Senin, 16 Desember 2013

SUPERVISI

A. Pengertian Supervisi


Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya

Muninjaya (1999) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling).

Swanburg (1990) melihat dimensi supervisi sebagai suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas ataupun sekumpulan kegiatanpengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan pengevaluasian setiap kinerja karyawan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah kegiatan- kegiatan yang terencana seorang manajer melalui aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari.

Supervisi Pendidikan

Adalah pengawasan atau pembinaan proses kegiatan pemebelajaran dengan mengacu pada system dan mekanisme.

Supervise Akademis
Menekankan pada asppek-aspek akademis, yaitu secara langsung berkeanaan dengan proses belajar mengajar pada waktu siswa dalam waktu pembelajaran

Supervise Administrasi
Menekankan pada apek-aspek admisnistrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran.



B. Prinsip-prinsip Supervisi



Seorang Supervisor apakah dia kepala sekolah, pemilik sekolah atau pengawas dalam melaksanakan supervisi hendaknya berlandaskan pada prinsip-prinsip supervisi. Adapun prinsip-prinsip yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut:

  • Ilmiah (scientific) berarti :
  1. Sistematis, berarti dilaksanakan secara teratur ,berencana dan berkelanjutan.
  2. Objektif, artinya data yang didapat berdasarkan hasil observasi nyata. Kegiatan-kegiatan perbaikan atau pengembangan berdasarkan hasil kajian kebutuhan-kebutuhan guru atau kekurangan-kekurangan guru, bukan berdasarkan tafsiran pribadi.
  3. Menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberikan inforasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
  • Demokratis, artinya menjunjung tinggi azas musyawarah, memiliki jiwa kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain. 
  • Kooperatif, maksudnya kerjasama seluruh staf dalam kegiatan pengumpulan data, analisa data serta perbaikan serta pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dilakukan dengan cara kerjasama seluruh staf sekolah. 
  • Konstruktif dan kreatif. Membina inisiatif guru dan mendorong guru untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang merasa aman dan bebas mengembangkan potensi-potensinya. Supervisor perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip tersebut diatas.

 C. Fungsi Supervisi Pendidikan


Dalam pelaksanaannya, supervisor pendidikan perlu memahami fungsi-fungsi supervisi yang merupakan tugas pokok sebagai supervisor pendidikan. Fungsi-fungsi utama supervisi pendidikan adalah sebagai berikut.

1. Menyelenggarakan inspeksi
Sebelum memberikan pelayanan terhadap guru, supervisor perlu mengadakan inspeksi terlebih dahulu. Inspeksi tersebut dimaksudkan sebagai usaha mensurvei seluruh sistem pendidikan yang ada guna menemukan masalah-masalah , kekurangan, baik pada guru, murid, perlengkapan, kurikulum, tujuan pendidikan, metode mengajar, maupun perangkat lain di sekitar keadaan proses belajar mengajar.
Sebagai fungsi supervisi, inspeksi harus bersumber pada data yang aktual dan tidak pada informasi yang sudah kadaluarsa.

2. Penelitian Hasil Inspeksi berupa Data
Data tersebut kemudia diolah untuk dijadikan bahan penelitian. Dengan cara ini dapat ditemukan teknik dan prosedur yang efektif sebagai keperluan penyelenggaraan pemberian bantuan kepada guru, sehingga supervisi dapat berhasil dengan memuaskan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam melaksanakan supervisi sekurang-kurangnya adalah :
  • Menemukan masalah yang ada pada situasi belajar mengajar
  • Mencoba mencari pemecahan yang diperkirakan efektif
  • Menyusun program perbaikan
  • Mencoba cara baru, dan
  • Merumuskan pola perbaikan yang ada standar untuk pemakaian yang lebih luas.
3. Penilaian
Kegiatan penilaian berupa usaha untuk mengetahui segala fakta yang mempengaruhi kelangsungan persiapan, penyelenggaraan, dan hasil pengajaran.

4. Latihan
Berdasarkan hasil penelitian dan kemudian diadakan latihan. Pelatihan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan cara-cara baru sebagai upaya perbaikan dan atau peningkatan. Hal inipun bisa sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang dihadapi. Pelatihan ini, dapat berupa lokakarya, seminar, demonstrasi mengajar, simulasi, observasi, saling mengunjungi atau cara lain yang dipandang efektif.

5. Pembinaan
Pembinaan atau pengembangan merupakan lanjutan dan kegiatan memperkenalkan cara-cara baru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menstimulasi, mengarahkan, memberi semangat agar guru-guru mau menerapkan cara-cara baru yang diperkenalkan sebagai hasil penemuan penelitian, termasuk dalam hal ini membantu guru-guru memecahkan masalah dan kesulitan dalam menggunakan cara-cara baru.


D. Tujuan Supervisi Pendidikan


Tujuan supervisi pendidikan adalah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang baik. N.A. Ametembun (1981:28) merumsukantujuan-tujuan supervisi pendidikan dengan memperhatikan beberapa faktor yang sifatnya khusus, sehingga dapat membantu mencari dan menentukan kegiatan supervisi yang lebih efektif. Adapun tujuan-tujuan itu adalah :
  • Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan tsb.
  • Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru-guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif.
  • Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan belajar mengajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan.
  • Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif , serta memperbesar kesediaan untuk tolong-menolong.
  • Memperbesar ambis guru-guru untuk meningkatkan mutu layanannya secara maksimal dalam bidang profesinya(keahlian) meningkatkan ‘achievement motive’.
  • Membantu pimpinan sekolah untuk mempopulerkan sekolah pada masyarakat dalam mengembangkan program-program pendidikan.
  • Membantu kepala sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik, dan
  • Mengembangkan ‘esprit de corps’, guru-guru yaitu adanya rasa kesatuan dan persatuan(kolegialitas) antar guru-guru.


E. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan


Berbagai teknik dapat digunakan supervisor dalam membantu guru meningkatkan situasi belajar mengajar, baik secara kelompok (group techniques), maupun secara perorangan (individual techniques), ataupun dengan cara langsung atau bertatap muka dan cara tak langsung atau melalui media komunikasi (visual, audial, audio visual.

Beberapa teknik supervisi yang dapat digunakan supervisor pendidikan antara lain :
  • Kunjungan kelas secara berencana untuk dapat memperoleh gambaran tentang kegiatan belajar mengajar di kelas.
  • Pertemuan pribadi antar supervisor dengan guru untuk membicarakan masalah-masalah khusus yang dihadapi guru.
  • Rapat antara supervisor dengan para guru di sekolah, biasanya untuk membicarakan masalah-masalah umum yang menyangkut perbaikan dan atau peningkatan mutu pendidikan.
  • Kunjungan antar kelas atau antar sekolah merupakan suatu kegiatan yang terutama untuk saling menukarkan pengalaman sesama guru atau kepala sekolah tentang usaha-usaha perbaikan dalam proses belajar mengajar.
  • Pertemuan-pertemuan di kelompok kerja pemilik, kelompok kerja kepala sekolah serta pertemuan kelompok kerja guru, pusat kegiatan guru dan sebagainya. Pertemuan-pertemuan tersebut dapat dilakukan oleh masing-masing kelompok kerja, atau gabungan yang terutama dimaksudkan untuk menemukan masalah, mencari alternatif penyelesaian, serta menerapkan alternatif masalah yang tepat.


F. Jenis-jenis Supervisi


1. Supervisi kelompok
supervisi kelompok muncul sebagai reaksi terhada kesalahan-kesalahan supervisi individual. Kelemahan supervisi individual ini terutama terletak pada kekurangsempurnaan dalam menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh guru. Masalah-masalah tersebut hanya diselesaikan berdasarkan pandangan supervisor dan guru tersebut. Padahal supervisor dan guru itu pada umumya ahli pada bidang tertentu saja. Kelemahan yang lain ialah berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Penylesaian masalah individual sudah jelas memakan biaya lebih banyak daripada masalah kelompok, sebab supervisi indivudual diadakan jauh lebih sering dibandingkan supervisi kelompok pada sekolah yan sama dengan permasalahan yang sama.

Mengajar secara kelompok ( team teaching ) merupakan langkah awal dalam supervisi kelompok. Dalam pengajaran seperti ini, beberapa orang guru akan mengajarkan suatu bidang studi bersama masing-masing guru memberikan satu aspek tertentu dari bidang studi itu kepada para murid. Sehngga bidang studi itu dengan seluruh aspeknya bisa diterima dengan relatif sempurna oleh murid-murid. Sebab masing-masing aspek diberikan oleh guru yang ahli dalam aspek itu ( made pidarta, 1992: 245 )

2. Supervisi klinis
Adheson & Gall menyatakan bahwa supervisi klins ialah proses membina guru untuk memperkecil juragan antara perilaku mengajar nyata dengan prilaku mengajr seharusnya atau yang ideal (Tim Dosen,1989). Sementara itu Lucio ( 1979 : 20 ) membatsi maksud supervisi klinis hanya untuk menolong guru-guru agar mengerti inovasi dan mengubah preforma mereka agar cocok dengan inovasi itu.Sama halnya dengan mendiagnosis orang sakit, maka guru pun dapat didiagnosis dalam proses belajar mengajar, untuk menentukan aspek-aspek mana yang membuat guru itu tidak dapat mengajar dengan baik.




Sumber-sumber:
  •  Sutarsih, cicih. 2011, Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta. 
  • Mukhtar, 2013, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Jakarta: Referensi.

Minggu, 15 Desember 2013

KOMUNIKASI

A. Pengertian Komunikasi


Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain.

Komunikasi adalah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari suatu orang kepada orang lain,baik langsung maupun tidak langsung,secara tertulis,lisan,maupun bahasa nonverbal. (Prof.Dr.Husaini Usman )

Harold D. Lasswell menjelaskan komunikasi sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan: Who, Say what, In which channel, To whom, ith what effect? Kalimat ini kemudian dikenal sebagai formula Lasswell (Effendy, 1993; 256).

Dari apa yang dikemukakan Laswell tersebut pada intinya mencakup unsur-unsur dari komunikasi, yaitu adanya; komunikator, pesan yang disampaikan, media yang digunakan, komunikan/audiens,dan efek. Secara sederhana dapatlah diartikan bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan dengan tujuan menyamakan makna dari seseorang/lembaga (komunikator) kepada orang lain/audiens (komunikan).


B. Proses Komunikasi


Di dalam proses komunikasi ada beberapa elemen kunci yang harus diperhatikan agar komunikasi dapat berjalan efektif antara lain:
  1. Berpikir (thinking)
  2. Pencatatan (encoding)
  3. Menyalurkan (transmitting) 
  4. Merasakan (perceiving)
  5. Menguraikan (deciding)
  6. Pemahaman (understanding)
Harold Koontz menjelaskan terdapat lima faktor atau kondisi yang mempengaruhi proses komunikasi dalam organisasi, yaitu :
  1. Pengiriman Pesan (The sender of message)
  2. Penggunaan saluran komunikasi untuk mengirim pesan (Use of a channel to transmit the message)
  3. Penerimaan Pesan (Receiver of message)
  4. Gangguan dan umpan balik (Noise and feedback in communication)
  5. Situasi dan faktor pengorganisasian pesan dalam berkomunikasi (Situational and Organizational factors in communication)
Proses komunikasi dapat dilihat dari unsur-unsur yang terdapat, berkaitan dengan siapa pengirimnya (komunikator), apa yang dikatakan atau dikirimkan (pesan), saluran kommunikasi apa yang digunakan (media), ditujukan untuk siapa (komunikan), dan apa akibat yang akan ditimbulkannya (efek). Dalam proses komunikasi, kewajiban seorang pengirim atau komunikator adalah mengusahakan agar pesan-pesannya dapat diterima oleh penerima (komunikan) sesuai dengan kehendak pengirim. Model proses komunikasi secara umum dapat memberikan gambaran kepada pengelola organisasi, bagaimana mempengaruhi atau mengubah sikap anggota/stakeholder-nya melalui desain dan implementasi komunikasi. Dalam hal ini pengirim atau sumber pesan bisa merupakan individu atau berupa suatu organisasi.


C. Tingkatan Komunikasi


  1. Komunikasi intra personal. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, berusaha mengenal diri sendiri dan segala konsep diri yang melingkupinya, menyanyakan kepada diri sendiri tentang segala hal yang ingin dia ketahui terkait dengan keinginan, kebutuhan dan lain-lain. 
  2. Komunikasi interpersonal. Komunikasi Interpersonal adalah berkomunikasi dengan orang lain secara face to face maupun dalam kelompok.Komunikasi searah : pembicara memberikan sebuah informasi dan pendengar menyimak informasi tanpa memberikan pertanyaan, argumentasi maupun sanggahan. Komunikasi dua arah : pembicara dan pendengar saling melakukan aksi reciprokal atau saling berbalasan, saling bertukar peran, pendengar terkadang memberi informasi, pembicara terkadang mendengarkan. 
  3. Komunikasi massa. Komunikasi Massa : menyampaikan informasi kepada beberapa orang di sebuah situasi yang sengaja diciptakan.
Syarat komunikasi interpersonal yang baik:
  • Good Listener : mendengarkan orang lain untuk memberi kesempatan mereka mengungkapkan ide atau pemikiran 
  • Intonasi : beri irama dalam setiap ucapan sehingga kata – kata mampu diserap dan dicerna oleh pendengar 
  • Empati : memperhatikan respon emosi orang lain, jangan terlalu banyak humor jika lawan bicara sedang sedih atau sebaliknya 
  • Humor : menyegarkan hubungan dengan sebuah suasana yang fresh dan tidak terkesan formal. Positioning : menguasai posisi dimana harus berdiri, kapan harus mendekat, kapan harus menjauh, membuat perubahan posisi di depan, ditengah maupun dibelakang  
  • Volume Suara : ucapan yang dikeluarkan mampu didengarkan oleh orang – orang dalam massa tersebut.  
  • Bahasa Tubuh : jangan terlalu banyak mengekplorasi bahasa tubuh yang tidak perlu

D. Tujuan Dan Manfaat Komunikasi


Menurut Husaini Usman yang dikutip dalam bukunya “Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan”, mengenai Tujuan dan manfaat komunikasi adalah sebagai sarana yaitu sebagai berikut :
  • Meningkatkan kemampuan manajerial dan hubungan sosial 
  • Menyampaikan dan atau menerima informasi. 
  • Menyampaikan dan menjawab pertanyaan. 
  • Mengubah perilaku (pola pikir, perasaan, dan tindakan) melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
    Mengubah keadaan sosial 
  • Dua hal yang dapat mengubah perilaku dan keadaan sosial adalah komunikasi dan pengambilan keputusan. (Usman, 2008 : 389)

E. Konsep Komunikasi Organisasi


Goldhaber (1986) menyatakan definisi komunikasi organisasi: “organizational communication is the process of creating and exchanging messages within a network of independent relationship to cope with environmentaluncertainty”. Dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling tukar menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti. Dari definisi tersebut terdapat 7 konsep kunci, yaitu proses, pesan, jaringan, ketergantungan satu sama lain, hubungan, lingkungan dan ketidakpastian. Berikut ini merupakan konsep kunci komunikasi organisasi (Muhammad: 2005).
  1. Proses. Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada hentinya, maka dikatakan sebagai suatu proses. 
  2. Pesan. Yang dimaksudkan dengan pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang lain. Untuk berkomunikasi seseorang harus sanggup menyusun suatu gambaran mental, memberi nama pada gambaran tersebut dan mengembangkan suatu perasaan terhadapnya. Komunikasi tersebut efektif jika pesan yang dikirimkan itu diartikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. 
  3. Jaringan. Organisasi terdiri dari satu seri orang yang tiap-tiapnya menduduki posisi atau peranan tertentu dalam organisasi. Ciptaan dan pertukaran pesan dari orang-orang ini sesamanya terjadi melewati suatu set jalan kecil yang dinamakan jaringan komunikasi. Suatu jaringan komunikasi ini mungkin mencakup hanya 2 orang, beberapa orang atau bahkan seluruh organisasi. Hakikat dan luas jaringan ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain: hubungan peranan, arah dan arus pesan, hakikat seri dan arus pesan, dan isi dari pesan. 
  4. Ketergantungan. Keadaan saling tergantung satu bagian dengan bagian yang lain dalam satu organisasi telah menjadi sifat suatu organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka.Bila suatu bagian dari organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh pada bagian yang lainnya dan mungkin juga pada seluruh sistem organisasi. Begitu pula halnya dengan jaringan komunikasi dalam suatu organisasi perlu dukungan untuk saling melengkapi agar organisasi dapat berjalan dengan baik. 
  5. Hubungan. Karena organisasi merupakan suatu system terbuka, system kehidupan sosial maka untuk berfungsinya bagian - bagian itu terletak pada tangan manusia. Dengan kata lain jaringan melalui mana jalannya pesan dalam suatu organisasi dihubungkan oleh manusia. Oleh karena itu hubungan manusia dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku komunikasi dari orang yang terlibat dalam suatu hubungan perlu dipelajari. Hubungan manusia dalam organisasi berkisar mulai dari yang sederhana yaitu hubungan diantara dua orang atau dyadic sampai pada hubungan yang kompleks, yaitu hubungan dalam kelompok-kelompok kecil, maupun besar, dalam organisasi. 
  6. Lingkungan. Lingkungan adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembauatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan ini dapat dibedakan menjadi lingkungan internal (karyawan, staf, golongan fungsional dari organisasi dan komponen organisasi lainnya seperti tujuan, produk, dsb) dan lingkungan eksternal (pelanggan, pesaing dan teknologi). 
  7. Ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Untuk mengurangi faktor ketidakpastian ini organisasi menciptakan dan menukar pesan diantara anggota, melakukan suatu penelitian serta pengembangan organisasi. Ketidakpastian dalam suatu organisasi juga disebabkan terlalu banyak informasi yang diterima daripada sesungguhnya yang diperlukan untuk menghadapi lingkungan mereka. Oleh karena itu salah satu tugas utama komunikasi organisasi adalah menentukan dengan tepat banyaknya informasi yang diperlukan untuk mengurangi ketidakpastiantanpa informasi yang berlebihan.

F. Fungsi Komunikasi Organisasi


Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

  • Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya. 
  • Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. 
  • Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. 
  • Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.


G. Pola Komunikasi Organisasi


Bagaimana pola komunikasi (pattern of commnunication) terjadi dalam suatu organisasi? Secara umum pola pola komunikasi dapat dibedakan menjadi menjadi saluran komunikasi formal (formal communication channel) dan saluran komunikasi non formal (informal communication channel)

1. Saluran komunikasi formal

 Dalam struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks akan tampak berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai batas tanggumg jawab dan wewenangnya. Dalam kaitannya penyampaian informasi dari manejer kepada bawahan, pola informasi transformasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah(downward communication), komunikasi dari bawah ke atas (upward communication), komunikasi horizontal (horizontal communication), dan komunikasi diagonal(diagonal communication).

a. Komunikasi dari atas ke bawah

Komunikasi dari atas ke bawah dipakai untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengoordinasikan, memotivasi, memipin, dan mengendalikan berbagai kegiatan di level bawah. Jalur yang berasal dari atas (manajer) ke bawah (karyawan) merupakan penyampaian pesan yang yang dapat berbentuk perintah, instruksi, maupun prosedur untuk dijalankan para bawahan dengan sebaik-baiknya. Namun salah satu kelemahan komunikasi jalur ini adalah kemungkinan terjadinya penyaringan ataupun sensor informasi. Dengan kata lain, informasi yang diterima para bawahan tidak selengkap aslinya karena disebabkan oleh saluran komunikasi yang cukup panjang mulai dari maajer puncak ingga karyawannya

b. Komunikasi dari bawah ke atas

Dalam struktur organisasi, komunikasi dari bawah ke atas berati alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah(karyawan) menuju ke atas (manajer). Dalam alur komunikasi ini ide/gagasan penyamapaian pesan berasal dari bawahan. Bawahan terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mencapai keberhasilan komunikasi dari bawah ke atas manajer harus percaya kepada bawahannya. Namun salah satu kelemahan komunikasi dari bawah ke atas adalah kemungkinan bawahan hanya menyampaikan informasi yang baik-baik saj, sedangkan informasi yang agak berkesan negative atau tidak disenangi manajer cenderung disimpan atau tidak disampaikan.

c. Komunikasi Horizontal/lateral

Komunikasi horizontal merupakan komunikasi antar manajer antasejawat atau antar karyawan. Tujuan komunikasi horizontal melakukan persuasi, memengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki kedudukan seajajar. Komunikasi horizontal bersifat koordinatif diantara mereka yang memeiliki posisi sederajat baik di dalam satu departemen maupun beberapa departemen.

d. Komunikasi diagonal

melibatkan antara dua tingkat (level) yang berbeda. Bentuk komunikasi diagonal diantaranya adalah:
  • Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang betuk komunikasi tradisional. 
  • Memungkinkan individu dari berbagai bagaian atau departemen ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi
Namun dalam komunikasi diagonal ini juga memiliki kelemahan. Salah satunya kelemahannya adalah komunikasi diagonal dapat mengganggu jalur komunikasi yang rutin yang telah berjalan normal.


2. Saluran Komunikasi Informal


Komunikasi informal cenderung luwes/fleksibel atau tidak keta, sebagaiamana komunikasi yang terjadi pada saat istiraht-istirahat kantor. Dalam jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi, tanpa mempedulikan jenjang hierarki pangkat kedudukan/jabatan dapat berkomunikasi secara luas.



Sumber-sumber:
http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197207152003

EVALUASI

A. Pengertian Evaluasi


Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap lingkungan sosialnya, atau lingkungan fisiknya. Evaluasi atau penilaian berarti usaha untuk mengetahui sejauh mana perubahan itu telah terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.

Menurut Roestiyah N.K. dkk. dalam bukunya “Masalah-Masalah Ilmu Keguruan” menyebutkan empat pengertian evaluasi menurut deskripsinya.
  1. Evaluasi adalah proses memahami atau member arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan. 
  2. Evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab-akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar. 
  3. Dalam rangka pengembangan sistem instruksional, evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti yang telah direncanakan. 
  4. Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam pengembangan ilmu telah berada dijalan yang diharapkan.
    Evaluasi yang teliti akan membawa pengajaran yang efektif.

B. Fungsi Evaluasi


Tiga macam fungsi pokok evaluasi, yaitu:
  1. mengukur kemajuan, 
  2. menunjang penyusunan rencana, dan 
  3. memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.
evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu:
  1. Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya. 
  2. Memberikan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. 
  3. Memberikan bahan yang penting untuk memilih, kemudian menetapkan status peserta didik. 
  4. Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memerlukannya. 
  5. Memberikan petunjuk tentang seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dicapai.
Sedangkan secara administrative, evaluasi pendidikan memiliki tiga
macam fungsi, yaitu:
  1. Memberikan laporan 
  2. Memberikan berbagai bahan keterangan (data) 
  3. Memberikan gambaran
Menurut Wina Sanjaya dalam buku Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:
  1. Sebagai umpan balik bagi siswa 
  2. Untuk mengetahui proses ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan 
  3. Memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum 
  4. Digunakan oleh siswa untuk mengambil keputusan secara individual, khususnya dalam menentukan masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan 
  5. Menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai oleh para pengembang kurikulum 
  6. Umpan balik untuk semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah
Demikianlah beberapa fungsi penting evaluasi dalam bidang pendidikan. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut, dapat diketahui bahwa kedudukan evaluasi dalam pendidikan sangat penting karena turut menunjang kesuksesan dalam proses belajar mengajar.




C. Tujuan Evaluasi


1. Tujuan Umum

memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk tingkat kemampuan dan keberhasilan peserta didik dalam pencapaian berbagai tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
untuk mengetahui tingkat efektivitas dari berbagai metode pembelajaran yang telah digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Tujuan khusus

merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.
mencari dan menumukan berbagai faktor penyebab keberhasilan maupun ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat menemukan jalam keluar.

Menurut Dr. Basrowi (2012), tujuan evaluasi pada dasarkan digolongkan ke dalam empat kategori berikut:
  • Memberikan umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial) bagi siswa, 
  • Menentukan angka kemajuan masing-masing siswa yang antara lain dipakai sebagai pemberian laporan kepada orang tua, 
  • Penetuan kenaikan tingkat atau status dan lulus tidaknya, serta 
  • Menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat, misalnya dalam penentuan program studi atau jurusan dengan tingkat kemampuan dan karakteristik lain.

D. Prinsip Evaluasi


Prinsip diperlukan sebagai pemadu dalam kegiatan evaluasi. Dengan demikian tidak hanya diutamakan prosedur dan teknik penilaian saja, tetapi prosedur dan teknik itu harus dilakukan dalam paduan prinsip itu, prinsip-prinsip tersebut diuraikan berikut ini.

1. Prinsip keterpaduan
Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dan di dalam program pengajaran. Evaluasi adalah satu komponen dalam program yang saling berinteraksi dengan komponen-komponen lainnya. Perencanaan evaluasi harus dilakukan bersamaan dengan perencanaan satuan program pengajaran. Banyak terjadi bahan evaluasi direncanakan dan dilaksanakan beberapa lama setelah program pengajaran selesai dilaksanakan, sehingga evaluasi dilakukan bukan terhadap apa yang telah dilakukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Pendidikan Berdasarkan Kompetensi.

2. Prinsip Cara Belajar Siswa (CBSA)
Hakikat dari CBSA ialah keterlibatan siswa secara mental, antusias dan asyik dalam kegiatan belajar-mengajar. Demikian pula halnya dengan evaluasi, evaluasi menuntut keterlibatan yang demikian dari siswa. Siswa seharusnya tidak merasakan evaluasi sebagai sesuatu yang menekan dan cenderung untuk dihindari, karena jika demikian hal ini menunjukan bahwa prinsip ini tidak terdapat dalam evaluasi. Evaluasi merupakan puncak dari kegiatan belajar-mengajar. Pada dasarnya, siswa sendirilah yang ingin mengukur kemampuan melalui evaluasi, guru hanya berfungsi untuk membantunya. Sebagai puncak kegiatan, evaluasi mempunyai nilai kepuasaan tertentu bagi siswa dan evaluasi harus mampu memberi kepuasaan tersebut kepada siswa.

3. Prinsip Kontinuitas
Pada dasrnya evaluasi berlangsung selama proses kegiatan belajar-mengajar berjalan. Evaluasi tidak hanya terdapat pada awal/pada akhir pengjaran saja, tetapi juga selama proses belajar-mengajar berlangsung, misalnya dalam bentuk pengamatan, tanya jawab, atau dialog. Hal ini dilakukan dalam rangka pemantapan program. Di sinilah letak fungsi formatif dari evaluasi yang tidak hanya ada pada akhir tetapi selama program berjalan.

4. Prinsip Koherensi
Sebagai akibat dari prinsip keterpaduan, maka evaluasi harus konsisten dengan kemampuan yang didukung oleh tujuan pengajaran. Sering terjadi, kemampuan yang didukung oleh tujuan ialah sikap (afektif) tetapi evaluasi ditujukan kepada pengetahuan. Evaluasi harus pula mempunyai kohorensi dengan program pengajaran, artinya evaluasi harus benar-benar hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar, baik kegiatan tatap muka maupun kegiatan terstruktur.

5. Prinsip Diskriminalitas
Dari psikologi diketahui bahwa setiap individu mempunyai perbedaan engan individu lain. Individu adalah suatu person yang unik. Bahkan walaupun dua individu mempunyai pendapat yang sama, tetapi jalan pikiran untuk sampai pada pendapat yang sama itu tidaklah sama. Sesuai dengan hakikat individu ini, evaluasi harus pula mampu menunjukan perbedaan di kalangan siswa secara individual. Apabila satu kelas mempunyai skor yang sama, maka evaluasi tersebut perlu dipertanyakan.

6. Prinsip Keseluruhan
Perubahan tingkah lau yang sudah ditetapkan sebagai tujuan yang hendak dicapai bersifat utuh. Karena itu evaluasi yang akan dilakukan hendaknya bersifat utuh pula, yaitu meliputi seluruh segi tujuan pendidikan. Hal ini mengandung pengertian bahwa evaluasi ditujukan tidak hanya paa sesudah akhir proses pengajaran, tetapi juga selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, misalnya peran serta, kreatifitas dan cara-cara penyampaian ide-ide siswa baik di dalam maupun di luar proses belajar-mengajar.

7. Prinsip Pedagogis
Seluruh kegiatan evaluasi haruslah diketahui dan dirasakan oleh siswa tidak hanya sebagai rekaman hasil belajarnya saja, melainkan juga sebagai upaya perbaikan dan peningkatan perilaku dan sikapnya itu, sehingga hasil evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan “hukuman” (bagi yang belum berhasil) yang menantang untuk belajar lebih giat/baik. Dengan demikian evaluasi akan ikut membentuk perilaku dan sikap positif.

8. Prinsip Akuntabilitas
Accountability adalah salah satu ciri dari pendidikan berdasar kompetensi. Pada akhirnya pendidikan dan pengajaran harus dapat dipertanggungjawabkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri, kepada masyarakat pemakai tenaga lulusan, dan kepadda kelompok profesional. Pertanggungjawaban terhadap ketiga kelompok ini merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi kita mempertanggungjawabkan hasil pendidikan yang kita selenggarakan kepada ketiga pihak tersebut. Akreditas terhadap sekolah termasuk dalam pertanggungjawban tersebut.




E. Syarat-syarat Evaluasi



8 syarat evaluasi ialah:

  1. Sahih (valid). Evaluasi dikatakan valid apabila mengukur apa yang sebenernya diukur. Apabila yang diukur adalah sikap, tetapi evaluasi mengukur pengetahuan, maka evaluasi tersebut disebut tidak valid. Kesahihan evaluasi biasanya diukur dalam prosentasi atau dalam derajat tertentu dengan alat ukur tertentu. 
  2. Terandalkan (reliable). Evaluasi dikatakan terandalkan jika alat evaluasi yang sama dilakukan terhadap kelompok siswa yang sama beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda atau situais yang berbeda-beda, akan memberikan hasil yang sama. 
  3. Obyektif. Evaluasi dikatak obyektif jika tidak mendapat pengaruh subyektif dari pihak penilai. 
  4. Seimbang. Keseimbangan ini meliputi keseimbangan bahan, keseimbangan kesukaran dan keseimbangan tujuan. Bahan harus seimbang diantara berbagai pokok bahasan. Keseimbangan dalam kesukaran artinya antara yang mudah, sedang dan sukar harus dalam proporsi tertentu. Keseimbangan tujuan adalah keseimbangan dalam berbagai matra dalam kawasan tertentu, antara pengetahuan pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi dalam kawasan matra kognitif yang harus disusun dalam proporsi tertentu. 
  5. Membedakan. Suatu evaluasi harus dapat membedakan (discriminiable) prestase individual di antara sekelompok siswa. Evaluasi harus dapat membedakan siswa yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berhasil, gagal dan sebagainya. 
  6. Norma. Evaluasi yang baik, hasilnya harus mudah ditafsirkan. Hal ini menyangkut tentang adanya ukuran atau norma tertentu untuk menafsirkan hasil evaluasi dari setiap siswa. 
  7. Fair. Evaluasi yang fair mengemukakan persoalan-persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak. Di samping itu erdapat keadilan untuk siswa yang dievaluasi. 
  8. Praktis. Baik ditinjau dari segi pembiayaan maupun dari segi pelaksaannya, evaluasi harus efisien dan mudah dilaksanakan.
Kedelapan syarat tersebut perlu dimilki oleh suatu evaluasi yang baik walaupun dalam derajat yang berbeda-beda.


F. Pendekatan Evaluasi


Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran performance.

1. Penilaian dengan Ukuran Mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan siswa secara mutlak. Misalnya seorang siswa dikatakan berhasil baik, apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya, pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendektan ini diantaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa dalam mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunnakan pula dalam penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program minimal yang harus dikuasai.

2. Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok siswa yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan penilaian dengan ukuran relatif ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikaan nilai akhir, atau mengelompokan siswa dalam kelompok kerja dimana dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah siswa lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.

3. Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya. Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini, perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status siswa sebelum mengikuti pengajaran, status potensi siswa pada masa yang akan datang.



Sumber-sumber:
  • Stiava Rizema, 2012, Desain Evaluasi Belajar Berbasis Kinerja, Jogjakarta:Diva Press. 
  • Slameto, 1988, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara. 


Sabtu, 14 Desember 2013

MONITORING

A. Pengertian Monitoring


Monitoring adalah penilaian secara terus menerus terhadap fungsi kegiatan-kegiatan program-program di dalam hal jadwal penggunaan input/masukan data oleh kelompok sasaran berkaitan dengan harapan-harapan yang telah direncanakan.

Adapun pengertian monitoring menurut para ahli :
  1. Cassely dan Kumar 1987 Monitoring merupakan program yang terintegrasi, bagian penting dipraktek manajemen yang baik dan arena itu merupakan bagian integral di manajemen sehari-hari. 
  2. Calyton dan Petry 1983. Monitoring sebagai suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan manajemen program/proyek. 
  3. (WHO ) Monitoring adalah suatu proses pengumpulan dan menganalisis informasi dari penerapan suatu program termasuk mengecek secara reguler untuk melihat apakah kegiatan/program itu berjalan sesuai rencana sehingga masalah yang dilihat /ditemui dapat diatasi. 
  4. Siagian ( 1970 : 107 ) : mengemukakan bahwa “pengawasan” sebagai proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjalin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah di tentukan sebelumnya. 
  5. Handoko (1995:359) : mendefinisikan pengawasan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Hal ini berkaitan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai dengan yang direncanakan. 
  6. Sarwoto (1987:93) : menjelaskan “pengawasa adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekrjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. 
  7. Soekarno K (1968:107) : mendefinisikan pengawsan sebagai “suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana”. 
  8. Tery : menjelaskan pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif apabila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana ( winardi,1986 ) 
  9. Newman ( 1977) : mengemukakan bahwa pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana. 
  10. Fayol : menjelaskan pengawsan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dengan intruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan unutk menunjukan kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud unutk memperbaikinya dan mencegah terulangnya kembali ( Manullang,1976:136).

B. Tujuan Dan Fungsi Monitoring


Tujuan pengawasan adalah menjaga dan mendorong agar pelaksanaan tugas pokok organisasi dapat berjalan lancar, berguna, berhasil guna atau tetap guna.

Secara lebih terperinci monitoring bertujuan untuk :
  1. Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan bagi peserta ada proses pembelajaran. 
  2. Memberikan masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program pembelajaran bagi peserta didik. 
  3. Mendapatkan gambaran ketercapaian tujuan proses pembelajaran pendidika setelah adanya kegiatan pembelajaran. 
  4. Memberikan informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. 
  5. Mendapatkan informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama kegiatan proses pembelajaran. 
  6. Memberikan umpan balik bagi sistem penilaian program pembelajran yang lebih baik lagi . 
  7. Memberikan pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai terhadap proses pembelajaran yang telah di lakukan.
Agar fungsi pengawasan dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka fungsi pengawasan dapat dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut :

  1. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap setiap satuan kerja di lingkungan organisasi atau lembaga mengenai pelaksanaan program, penataan dan pemanfaatan tenaga, uang, perlengkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangam yang berlaku, secara berdaya guna, berhasil guna. 
  2. Pengujian dan penilaian yang dilakukan terhadap hasil yang dilaporkan terhadap hasil yang dilaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu dari setiap bagian yang ada pada organisasi atau lembaga bidang keja di lingkungannya. 
  3. Pengurusan yang dilakukan untuk meneliti mengenai kebenran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan di bidang teknik operasional dan teknik administrasi dan manajemen pada setiap Satuan Kerja di lingkungan organisasi atau lembaga. 
  4. Peninjauan yang dilakukan dengan menyaksikan langsung pada tempat pelaksanaan kegiatan untuk mendapatkan gambar menyeluruh tentang pelaksanaan program. 
  5. Pengamatan dan pemantauan yang dilakukan dengan menyaksiakan langsung pada tempat pelaksanaan kegiatan untuk menampung masalah yang timbul dalam proses pelakasanaan program berdasarkan laporan dan informasi. 
  6. Kunjungan staf  yang dilakukan dengan, mendatangi langsung ketempat yang diawasi oleh anggota staf teknik atau administratif untuk mendapatkan informasi data mengenai pelaksanaan sesuatu kebijaksanaan atau ketentuan atasan, dan bila mana perlu memberikan petunjuk bagaimana cara melaksanakan kegiatan operasional. 
  7. Pembinaan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap aparatur bawahannya supaya berbuat dan melakukan tugasnya sesuai dengan petunjuk,pedoman,dan kebijaksanaan yang telah diberikan. 
  8. Pengendalian yang dilakukan terhadap bawahannya supaya tidak menyimpang atau bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan apabila terjadi penyimpangan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka diikuti dengan langkah perbaikan. 
  9. Penertiban,yang dilakukan dengan tindakan administrasi atau tindakan lainnya sesuai dengan kewenangan terhadap aparatur yang dipimpinnya yang melakukan perbuatan dan tindakan melanggar perundang-undangan yang berlaku. 
  10. Mengusahakan suatu struktur yang terorganisir dengan baik dan sederhana untuk menghilangkan salah pengertian. 
  11. Mengusahakan supervisi yang kuat untuk menghilangkan jurang pemisah yang terjadi dalam keseluruan program. 
  12. Mengusahakan informasi yang akurat dalam rangka pembuatan keputusan dan penilaian terhadap pelaksanaan kerja. 
  13. Pencapaian hasil, yaitu hasil yang dicapai harus sesuai dengan tujuan yang telah lebih dulu ditetapkan.pelaksanaan program akan membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan,kalau tidak terjadi penyimpangan program. 
  14. Meningkatkan keterampilan kerja. Dalam monitoring berusaha mengetahui,berusaha memonitor kemampuan dan keterampilan para personil.apabila pimpinan mengetahui adanya kekurangan,maka segera mengambil inisiatif untuk mengatasinya,sehingga para personil dapat menjalankan tugasnya sebagaimana yang dituntut dalam rencana yang ditetapkan sebelumnya. 
  15. Mendapatkan atau memperoleh umpan balik. Artinya pengawasan yang dilakukan dan dilaksanakan akan memperoleh pengalaman dan penemuan-penemuan yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk penyempurnaan kegiatan pengawasan berikutnya dalam organisasi.

C. Jenis Monitoring


Dalam pandangan para ahli terhadap perbedaan-perbedaan yang berhubungan dengan jenis pengawasan sesuai dengan pemahaman mereka masing-masing , diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pengawasan Preventif
Usaha-usaha pengawasan yang dilakukan pimpinan terhadap pekerjaan yang dilakukan pegawai dilihat sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya s=dapat dilakukan dengan pengawasan preventif. Manulang (1981) mengemukakan bahwa pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum terjadinya penyelewengan-penyelewengan, kesalahan-kesalahan atau deviasi

b. Pengawasan Represip
Pengawasan yang dilakuakan pada akhir kegiatan dikenal dengan pengawasan represif. “pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan”.

c. Pengawasan Langsung
Jenis pengawasan berikutnya adalah pengawasan langsung atau dapat juga dikatakan sebagai kegiatan monitoring. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara mengunjungi dan melakukan pemeriksaan ditempat terjadinya pelaksanaan pekerjaan, apakah berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pengawas dan pemimpin organisasi.

d. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan tidak langsung dilakukan pemimpin dengan melihat dokumen-dokumen, tanpa langsung melihat ke lapangan tempat dilaksanankannya pekerjaan.

e. Pengawasan Formal
Pengawasan formal sebagai pengawasan resmi oleh lembaga-lemabag pengawasan maupun oleh aparat pengawasan yang mempunyai legalitas tugas dalam bidang pengawasan

f. Pengawasan Non-formal
Pengawasan nonformal sebagai pengawasan yang dilakukan masyarakat berfungsi sebagai “social control”. Pengawasan nonformal adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.

g. Pengawasan Administratif
Pengawasan Administratif sebagai kegiatan yang melihat pekerjaan dari ketatalaksanaan pelaksanaan program kerja organisasi atau perusahaan. Pengawasan administratif adalah pengawasan yang menilai perbuatan keseluruhan dari organisasi atau bidang-bidang bagaiannya.

h. Pengawasan Operatif
Pengawasan operatif adalah mengukur efesiensi perbuatan dari waktu ke waktu yang ditunjukan pada bidang-bidang yang memerlukan tindakan pembetulan dan perbaikan.

i. Pengawasan Intern
Kegiatan yang dilakukan oleh orang yang berada dalam organisasi dikenal dengan pengawasan intern atau pengawasan maupun pimpinan orang tersebut.

j. Pengawasan ekstren
Pengawasan ekstren atau disebut juga dengan oengawasan dari masyarakat ataupun dari pejabat pengawasan fungsional diluar organisasi. Pengawasan ekstren merupakan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada diluar organisasi.


D. Prinsip Monitoring


Prinsip pengawasan sangat diperlukan oleh seorang pimpinan atau manajer dalam membandingkan rencana dengan pelaksanaan adalah sebagai berikut :

  • Prinsip perencanaan merupakan suatu standar atau alat pengukur dari pada suatu pekerjaan yang menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. 
  • Prinsip wewenang merupakan suatu kegiatan pemimpin dalam memberikan kepercayaan kepada bawahan dalam melakukan sistem pengawasan. Wewenang dan instruksi-instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan pelimpahan wewenang dapat diketahui apakah bawahan sudah melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. 
  • Prinsip tercapainya tujuan. Pengawasan harus ditujukan kearah tercapainya tujuan, yaitu dengan mengadakan perbaikan (koreksi) unutk menghindarkan penyimoangan-penyimpangan dari rencana yang disusun sebelumnya. 
  • Prinsip efisiensi. Pengawasan dikatakan efisien apabila dapat menghindarkan penyimpangan dari perencanaan, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang diluar dugaan. 
  • Prinsip tanggung jawab. Pelaksaaan pengawasan yang efektif dan efisien menurut tanggung jawab penuh dari seorang pimpinan atau manajer terhadap pelaksanaan rencana organisasi. 
  • Prinsip masa depan. Kegiatan pengawsan yang efektif dan efisien harus ditunjukkan kearah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik pada waktu sekarang maupun pada masa yang akan datang. 
  • Prinsip pengawasan langsung. Teknik pengawsan yang paling efektif adalah mengusahakan adanya manjer bawahan yang berkualitas baik.pengawsan itu dilakukan oleh manajer atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah. 
  • Prinsip penyesuaian dengan organisasi. Pengawsan yang dilakukan hendaknya sesuai dengan struktur organisasi. Manajer dan bawahannnya merupakan sarana unutk melaksanakan rencana. Dengan demikian pengawasan yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya wewenang manajer, sehingga mencerminkan struktur organisasi. 
  • Prinsip pengawsan individual. Pengawsan harus sesuai dengan kebutuhan manajer. Teknik pengawasan harus ditunjukkan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan informasi setiap manajer. Ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama lain, tergantung pada tingkat dan tugas manajer. 
  • Prinsip standar. Pengawasan efektif dan efisien dalam organisasi memerlukan standar yang tepat, dan akan dipergunakan sebagai acuan atau alat ukur pelaksanaan dan tujuan yang dicapai.

E. Cara Pelaksanaan Monitoring


A. Pengamatan Langsung

Kelebihan:
  • Didapatkan data yang sesuai dengan yang dimaksudkan. 
  • Data yang dikumpulkan adalah relatif lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring dan merupakan data primer. 
  • Dengan cara langsung ini petugas bukan saja mengumpulkan data ; tetapi juga sekaligus dapat memberikan saran-saran bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana.

Kelemahan:
  • Memerlukan biaya yang relatif besar karena bukan saja faktor jarak (transportasi ) tetapi juga biaya untuk mengirim petugas monitoring ke lokasi. 
  • Memerlukan ketelitian yang ‘lebih’, sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya bias bila petugas monitoring tidak pandai-pandai menggali data yang baik dan benar. 

B. Pengamatan Tidak Langsung

Kelebihan:
  • Relatif murah, karena petugas tidak perlu pergi ke tempat lokasi.
    Responden tidak perlu ragu-ragu atau malu mengisi daftar isian. Juga bila terjadi kritik atau saran ; maka kritik tersebut dapat dituliskan secara bebas. 
  • Pelaksanaannya relatif mudah bila daftar isian tersebut dilengkapi dengan cara pengisian.
    Data yang dikumpulkan dapat sebanyak mungkin ; sesuai dengan yang dikehendaki tanpa ada tambahan biaya yang berarti.
     
Kelemahan:
  • Baik-buruknya data adalah relatif sulit dicek. 
  • Adanya perbedaan persepsi dalam pengisian daftar isian. 
  • Masalah muncul bila daftar isian jatuh pada responden yang tidak serius mengisi daftar isian. Tidak serius ini dapat karena disengaja atau tidak


F. Faktor-faktor Pentingnya Monitoring



Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen yang berguna untuk mengetahui sampai seberapa jauh pelaksanaan suatu kegiatan dapat dilaksanakan, dan apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak, dan dengan adanya kegiatan pengawsan tercapai efisiensi dan efektifitas dalam organisasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pengawasan semakin diperlukan bagi setiap organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Perubahan lingkungan organisasi
Dalam kenyataannya lingkungan organisasi selalu berubah sesuai dngan tuntutan organisasi dan perkembangan kebutuhan pasar. Perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menurus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan persaingan baru, ditemukannya bahan baku baru, adanya peraturan pemerintah baru dan sebagainya.

b. Peningkatan kompleksitas organisasi
Setiap organisasi selalu mengutamakan efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu diperlukan pengawasan untuk mewujudkannya. Organisasi besar memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin bahwa kualitas kerja dan produksi tetap terjaga

c. Kesalahan-kesalahan
Dalam pelaksanaan pekerjaan, memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan,baik yang dilakukan pimpinan maupun bawahan. Apabila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Akan tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan.

d. Kebutujan manajer mendelegasikan wewenang
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, seorang manajer seringkali mendelegsikan wewenang dan tanggungjawabnya kepada bawahan yang dipercayainya. Apabila manajer mendelegasikan wewenang pada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.

e. Menjamin tercapai tujuan
Kegiatan pengawasana dalam prakteknya dapet menjamin tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien, karena pengawasan salah satu aspek yang memeriksa, membandingkan dan mngevaluasi apakah rencana sesuai dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan.

f. Pengawasan dapat menjaga pemborosan
Kegiatan organisasi yang kurang pengontrolan, akan mengakibatkan pemborosan, karena tidak adanya monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan dan hasil pekerjaan



Sumber-sumber:

Kamis, 12 Desember 2013

KEPERCAYAAN

A. Pengertian Kepercayaan


Hosmer (1995:379) menyatakan bahwa para ilmuan memperlihatkan kesamaan pendapat bahwa kepercayaan merupakan unsur yang penting dalam perilaku atas masalah-masalah kehidupan manusia.

Waber menyatakan bahwa pertukaraan barang-barang dimungkinkan hanya pada dasar keyakinan personal yang mempunyai jangkauan panjang dan kepercayaan.

Das dan Teng (1998) memberikan definisi atau pengertian kepercayaan (trust) sebagai derajat di mana seseorang yang percaya menaruh sikap positif terhadap keinginan baik dan keandalan orang lain yang dipercayanya di dalam situasi yang berubah ubah dan beresiko.

Rousseau et al, (1998) memberikan definisi atau pengertian kepercayaan sebagai bagian psikologis yang terdiri dari keadaan pasrah untuk menerima kekurangan berdasarkan harapan positif dari niat atau perilaku orang lain.

Mayer (1995) memberikan definisi kepercayaan dalam definisi yang lain dinyatakan sebagai keinginan suatu pihak untuk menjadi pasrah/menerima tindakan dari pihak lain berdasarkan pengharapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan sesuatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang memberikan kepercayaan, terhadap kemampuan memonitor atau mengendalikan pihak lain.

Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan membohongi dan mengecewakan anda. Sangat dibutuhkan dalam berbagai macam hal, mulai dari berbisnis, dalam masyarakat, keluarga, organisasi, dan lainnya. Kepercayaan akan tumbuh ketika adanya keakraban juga pengalaman. tidak mungkin kepercayaan akan diberikan begitu saja kepada orang yang tidak dikenal. Kepercayaan juga modal yang sangat besar untuk memulai atau melanjutkan suatu hubungan antar individu atau organisasi. suatu kerja sama akan berlanjut karena kepercayaan, sebaliknya karena ketidak-percayaan hubungan akan terputus.


B. Jenis-jenis Kepercayaan


Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas :

1. Kepercayaan Pada Diri Sendiri
Kepercayaan kepada diri sendiri itu ditanamkan setiap pribadi manusia. Percaya kepada diri sendiri pada hakekatnya adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kepercayaan Kepada Orang Lain
Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya kepada terhadap kata hatinya, atau terhadap kebenarannya. Karena ada ucapan yang berbunyi ” orang dipercaya karena ucapannya”.

3. Kepercayaan Kepada Pemerintah
Pandangan demokratis mengatakan bahwa kedaulatan adalah dari rakyat, dan milik rakyat. Rakyat adalah negara dan rakyat itu menjelma pada negara. Seseorang mempunyai arti hanya dalam masyarakat, dan negara. Hanya negara sebagai keutuhan (totalitas) yang ada, sehingga kedaulatan mutlak pada negara. Satu-satunya yang mempunyai hak adalah negara. Manusia perseorangan tidak mempunyai hak, tetapi hanya kewajiban. Karena itu jelaslah bagi kita, baik teori maupun pandangan teokratis atau demokratis negara pemerintah itu benar, karena Tuhan adalah sumber kebenaran. Sehingga wajar jika manusia sebagai warga negara percaya kepada negara dan pemerintah.

4. Kepercayaan Kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan yang maha kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu bukan dengan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan itu amat penting karena merupakan tali kuat yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Kepercayaan berarti keyakinan dan pengakuan akan kebenaran adanya Tuhan. Oleh karena itu, jika manusia ingin memohon pertolongan kepadaNya, maka manusia harus percaya kepada Tuhan.

Dalam hubungan organisasi ada tiga, yaitu:

Kepercayaan berbasis pada kekuatan akan berfungsi hanya pada tingkat bahwa hukuman itu mungkin, konsekuensi nya jelas dan hukuman sesungguhnya dijatuhkan jika kepercayaan dilanggar. Lebih dari itu potensi kerugian dari interaksi masa depan dengan pihak lain harus berimbang dengan potensi yang diperoleh dari melanggar pengharapan. Terlebih lagi pihak yang berpotensi dirugikan harus mau memperkenalkan ancaman pada orang yang melanggar kepercayaan tersebut.
Contoh dari kepercayaan berbasis kekuatan adalah hubugan manajer dengan karyawan baru. Sebagai karyawan, anda umumnya percaya pada bos baru walaupun sedikit saja pengalaman yang bisa menjadi landasan bagi kepercayaan anda. Ikatan yang menciptakan kepercayaan terletak pada wewenang yang ditanggung oleh bos dan hukuman yang dapat dijatuhkannya jika anda gagal memenuhi kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan pekerjaan anda.

Kepercayaan berbasis pada pengetahuan, sebagian besar hubungan organisasi berakar pada kepercayaan berbasis pengetahuan. Kepercayaan yang didasarkan pada predictabilitas perilaku yang berasal dari riwayat interaksi kepercayaan itu ada jika anda memiliki informasi yang memadai tentang seseorang sehingga anda memhami bahwa mereka cukup mampu memperkirakan secara tepat perilaku mereka.
Kepercayaan ini mengandalkan informasi dan bukannya ketakutan. Pengetahuan pihak lain tentang predictabilitas tentang perilakunya menggantikan kontrak hukuman dan kesepakatan hukum yang lazim yang terdapat pada kepercayaan berbasis ketakutan. Pengetahuan ini berkembang dari waktu ke waktu, umumnya sebagai fungsi dari pengalaman yang membangun kepercayaan akan sifat dapat dipercaya dan predictabilitas. Semakin baik anda mengenal seseorang semakin akurat anda dapat memperkirakan apa yang dia lakukan.
Yang menarik, pada tingkat berbasiskan pengetahuan, kepercayaan tidak perlu rusak oleh perilaku yang tidak konsisten. Jika anda yakin, anda dapat menjelaskan secara memadai atau memahami pelanggaran oleh pihak lain yang tampak dari pihak, anda dapat menerimanya, memaafkan itu, dan terus mempertahankan hubungan itu. Akan tetapi, inkonsistensi yang sama pada tingkat ketakutan mungkin secara permanen menghancurkan kepercayaan.

Kepercayaan berbasis pada identifikasi tingkat kepercayaan paling tinggi dicapai bila terdapat hubungan emosional antara dua pihak. Hal itu kemungkinan satu pihak bertindak sebagai agen bagi pihak lain dan menggantikan orang itu dalam transaksi interprasional. Ini disebut kepercayaan berbasis identifikasi. Kepercayaan ini ada karna masing-masing pihak saling memahami maksud masing-masing dan menghargai keiginan pihak lain. Pengertian ini berkembang ke titik dimana masing-masing pihak dapat bertindak secara efektif bagi yang lain. Pada tingkat ini terdapat tingkat kendali minimal. Anda tidak perlu memantau pihak lain karena terdapat loyalitas yang tidak perlu dipertanyakan.
Contoh dari kepercayaan berbasis identifikasi adalah pasangan suami istri yang telah lama menikah dan hidup berbahagia. Suami mempelajari apa yang penting bagi istrinya dan mengantisipasi tindak-tindakan itu. Pada giliran isteri percaya bahwa suami akan mengantisipasi apa yang penting baginya tanpa harus meminta. Peningkatan identifikasi memungkinkan masing-msing pihak berfikir seperti yang lain, merasa seperti yang lain, dan menanggapi seperti yang lain.

C. Kepercayaan dan Kepemimpinan


Kepercayaan sangat menentukan keberhasilan koordinasi suatu pekerjaan adalah datang dari seorang pimpinan unit pada karyawannya. Atau sebaliknya kepercayaan karyawan terhadap pimpinannya.

Menurut Robbins et al. dalam bukunya berjudul “Management” (2000), para peneliti telah menemukan lima komponen dari suatu kepercayaan karyawan terhadap pimpinannya, yaitu:
  1. Integritas, menuju pada kejujuran dan nilai kebenaran sang pimpinannya. Dari lima dimensi tersebut, dimensi ini tampak paling penting ketika seseorang menilai sifat dapat dipercaya atas pihak lain ‘’ tanpa pemahaman akan karakter moral dan kejujuran dasar” orang lain, dimensi kepercayaan lain tidak ada artinya.
  2. Kompetensi, dimana sang pimpinan memiliki pengetahuan dan ketrampilan teknis dan hubungan antarpersonal. Anda harus mempercayai sesorang yang empunyai keterampilan dan kemampuan untuk menjalankan apa yang ia katakan dan dilakukannya.
  3. Konsistensi, yakni dapat diandalkan, kemampuan memrediksi, dan mengatasi setiap persoalan.
  4. Loyalitas, dimana sang pimpinan memiliki keinginan kuat melindungi dan menjaga karyawannya.
  5. Keterbukaan, dimana pimpinan tidak segan berbagi gagasan dan informasi dengan bebasnya.
Kouzes & Posner menyimpulkan bahwa yang paling utama dalam sifat pemimpin adalah kejujuran berdasarkan penelitiannya dengan 20.000 responden yang ada di 4 benua.

Anda jangan mengharapkan dipercaya atau diangkat menjadi pemimpin jika seseorang yang mengangkat mu sudah mengetahui anda tidak memiliki kejujuran. Sekali anda tidak jujur, seumur hidup orang tidak akan mempercayaimu. Sangat sulit dibayangkan seseorang diangkat sebagai pemimpin yang sudah tidak dipercaya oleh pengikut atau bawahannya. Oleh sebab itu esensi kepemimpinan adalah kepercayaan.
Jelas sekali bahwa jika kita bersedia mengikuti seseorang, kita semula ingin meyakinkan diri bahwa pemimpin tersebut dapat layak memperoleh kepercayaan. Kita ingin tahu bahwa pemimpin tersebut tulus, etis, dan berprinsip. Kita ingin sepenuhnya yakin tentang integritas pemimpin kita.

Kepercayaan akan datang dengan sendirinya, sesuai dengan sikap yang seseorang. Kepercayaan mudah sekali luntur. Sekali saja berbohong maka akan sulit untuk dipercaya lagi, bahkan sampai diberi label pembohong. Maka untuk mendapatkan kepercayaan bukan hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang lama.

Pimpinan unit berperan sebagai seorang pemimpin di unitnya. Sekaligus dia sebagai supervisor, konselor, dan manajer. Dia harus peka dan responsif terhadap apa yang dikehendaki karyawannya. Para karyawan akan mempercayai pimpinannya kalau saja sang pimpinan mau menjadi pendengar yang baik. Dia harus selalu siap ketika karyawan akan berkonsultasi masalah apapun dengannya. Siap membuka pintu kantornya untuk mendengar segala keluhan karyawan. Lalu ditindaklanjuti dalam bentuk tindakan nyata dan hindari banyak janji pada karyawan. Jika pemimpin tidak dapat dipercaya maka organisasi akan hancur.


D. Cara Meningkatkan Kepercayaan


Berikut ini adalah 11 cara bagaimana meningkatkan kepercayaan yaitu :

1. Transparan
Jangan mencoba menyembunyikan sesuatu dari orang lain. Jauhkan dari segala macam agenda/rencana tersembunyi. Anda mungkin berpikir anda dapat mengelabui mereka. Namun perlu anda ketahui, kebanyakan orang memiliki intuisi yang baik, dan meskipun mereka tidak mengetahui persis apa sebetulnya rencana tersembunyi anda, mereka setidaknya memiliki perasaan yang kurang enak berada di dekat anda. Biasanya orang-orang yang mempunyai rencana tersembunyi akan terlihat dari bahasa tubuhnya. (lihat juga Bagaimana Mengetahui Seseorang Sedang Berbohong). Jika mereka merasa tidak nyaman berada di dekat anda, mereka juga tidak akan bisa menaruh kepercayaan kepada anda.

2. Tulus
Hal ini mirip dengan poin nomor satu. Katakanlah sesuatu dengan jujur. Jangan coba-coba untuk mengelabui orang lain dengan kata-kata anda, seperti memberi pujian palsu atau pura-pura memberi dukungan. Sekali lagi, orang-orang mempunyai semacam detektor.
Ketika seseorang mengetahui bahwa anda betul-betul tulus, kepercayaan mereka akan meningkat kepada anda. Orang-orang menyukai kebenaran.

3. Fokus Pada Menambah Nilai
Dalam setiap hubungan, fokuskan pada tindakan-tindakan yang menyentuh hati seseorang. Bekerja keraslah untuk itu, karena ketika anda berhasil memberi nilai tambah pada kehidupan seseorang, mereka tidak hanya merasakan bahwa anda berada di pihaknya, mereka juga akan memiliki dorongan untuk melakukan hal yang sama kepada anda. Contohnya, dalam hubungan bisnis adalah anda melakukan suatu hal lebih cepat dari yang dijanjikan. Dalam hubungan pribadi adalah anda fokus pada memenuhi keinginan pasangan anda daripada keinginan anda sendiri.

4. Hadirlah Dengan Seluruh Jiwa Raga Anda
Dimana saja anda berbicara dengan seseorang, buatlah ia menjadi fokus utama. Jangan berpikir tentang kerjaan di kantor ketika anda berada di rumah dan berbicara dengan pasangan anda. Sebaliknya, jangan berpikir tentang kondisi di rumah ketika anda sedang bersama klien. Hadir dengan seluruh jiwa raga anda berarti anda memberikan waktu yang berkualitas dan waktu yang berkualitas akan membangun kepercayaan.

5. Perlakukanlah Selalu Orang Dengan Hormat
Semenjak kecil kita selalu diajarkan oleh orang tua dan guru kita untuk berlaku hormat pada orang lain. Namun, karena pengaruh lingkungan, nilai-nilai tersebut mulai luntur, kita malah terbawa pada kebiasaan buruk meremehkan orang lain. Hal ini termasuk perilaku membicarakan hal-hal yang kurang baik di belakang seseorang. Ingatlah, martabat orang lain sebagai manusia, mereka berhak diperlakukan dengan hormat. Ketika orang-orang mengetahui bahwa anda selalu memperlakukan mereka dengan hormat, maka orang-orang pun akan menaruh banyak kepercayaan pada anda.

6. Ambillah Tanggung Jawab
Ketika diri anda sedang berantakan, segeralah bereskan diri anda tanpa terkecuali. Orang lain tidak akan mengerti dan mungkin tidak akan peduli dengan permasalahan yang anda alami. Lupakan mencari-cari alasan, dan ambillah saja tanggung jawab yang diberikan pada anda, tidak perlu banyak berpikir. Pembenaran dan membuat alasan mungkin membantu anda dalam jangka pendek, namun untuk jangka panjang, justru akan menurunkan tingkat kepercayaan orang terhadap anda. Dewasa ini, berani bertanggung jawab merupakan karakter yang sulit ditemukan dimana kebanyakan orang lebih sering menghindari konsekuensi negatif akibat perbuatan mereka. Beranilah untuk membuat perbedaan maka anda akan merebut kepercayaan dari orang lain.

7. Fokus Pada Umpan Balik
Kecuali anda adalah seorang pembaca pikiran, satu-satunya cara anda dapat mengetahui seberapa baik hubungan anda dengan seseorang adalah dengan cara meminta umpan balik (feedback) dari orang tersebut. Jangan hanya pasif menunggu orang memberi umpan balik pada anda, namun anda harus aktif memintanya. Kebanyakan orang takut untuk memberikan umpan balik kepada anda, apalagi jika mengandung hal negatif. Mintalah dengan tulus kepada seseorang dan berilah respon yang baik, maka orang tersebut akan rela untuk memberikan umpan balik kepada anda. Terimalah semua umpan balik, baik yang positif maupun negatif, dan sebisa mungkin rubahlah kebiasaan anda yang kurang baik berdasarkan umpan balik tersebut.

8. Terimalah Kritikan Dengan Baik
Belajarlah untuk mengatasi kritik dengan rasa syukur. Dibanding anda bertahan (defensive), pertimbangkan apa yang orang lain katakan, mungkin ada benarnya. Menutup diri anda dari segala kritik mempunyai dampak menutup segala komunikasi. Dalam beberapa kasus, kritik mungkin ada tidak benarnya. Untuk contoh ini, anda mempunyai kesempatan untuk menunjukkan empati. Cobalah mengerti permasalahan seseorang dari sudut pandangnya. Mungkin kritik hanyalah sekedar luapan emosi dari kekesalan yang mereka miliki pada anda. Kerelaan anda untuk tidak mengambil sikap bertahan justru akan meningkatkan rasa kepercayaan dalam hubungan anda dan orang tersebut.

9. Berbudi Bahasa yang Baik
Berbudi bahasa yang baik harus dapat anda pegang teguh. Hanya ucapkan kata-kata yang baik kepada orang-orang, meskipun orang tersebut tidak berkata baik kepada anda. Cepatlah meminta maaf ketika anda mengetahui bahwa anda salah. Mengapa anda harus melakukan ini? Pertama, bayangkan apa yang anda rasakan jika orang-orang mendapatkan pengalaman yang baik bersama anda. Kedua, bayangkan tingkah laku orang-orang yang akan ikut terbawa menjadi lebih baik karena mereka berada dekat terus dengan anda. Orang-orang akan menaruh kepercayaan besar kepada anda.

10. Memegang Janji
Janji adalah sesuatu yang memiliki dampak yang sangat kuat. Tepatilah semua janji yang telah anda buat. Buatlah kata-kata anda jauh lebih kuat dibanding kontrak tertulis apapun, dan jangan sekali-kali membuat janji kosong. Alhasil orang-orang akan menghargai anda dan menaruh kepercayaan yang tinggi kepada anda.

11. Konsisten
Yang tidak kalah penting, konsistenlah dengan perilaku-perilaku diatas. Jangan hanya sesekali saja anda melakukannya. Konsistensi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan orang lain kepada anda.


E. Membangun Kepercayaan Pada Tim


Ada lima cara yang efektif bagi para pemimpin untuk membangun kepercayaan dalam tim mereka, dan lima cara cepat untuk kehilangan itu. Pertama mari kita mempertimbangkan bagaimana menciptakannya.

  1. Membangun dan menjaga integritas. Ini adalah dasar dari kepercayaan dalam organisasi apapun. Integritas harus dimulai dari posisi atas (manajer) dan kemudian bergerak turun. Ini berarti, antara lain, menepati janji dan selalu mengatakan kebenaran, tidak peduli betapa sulitnya. Jika orang-orang di dalam organisasi memiliki integritas, maka organisasi itu dapat dipercaya.
  2. Komunikasikan visi dan nilai-nilai. Komunikasi sangat penting, karena memberikan celah kepada informasi dan kebenaran. Dengan mengkomunikasikan visi organisasi, maka akan jelas terlihat fungsi-fungsi manajemen itu. Dengan mengkomunikasikan nilai-nilainya, metode untuk mendapatkan kepercayaan bisa dipertimbangkan.
  3. Anggap semua karyawan mempunyai derajat yang sama. Kepercayaan itu akan muncul ketika manajer, karyawan, bahkan cleaning service diperlakukan sama dan menjadi bagian dari tim. Jangan memulai hal ini sendiri, keluarlah dan rangkul karyawan Anda dan teman-teman Anda. Pemimpin harus mencari pendapat dan ide-ide (dan memberikan penghargaan untuk karyawan mereka), mengetahui nama-nama karyawan dan keluarga mereka dan memperlakukan semuanya dengan hormat dan tulus.
  4. Fokuslah pada berbagi, bukan tujuan pribadi. Ketika karyawan merasa semua orang menarik bersama-sama mencapai visi mereka, bukan serangkaian agenda pribadi, hasilnya adalah kepercayaan. Ini adalah esensi dari kerja sama tim. Ketika sebuah tim benar-benar bekerja, para pemain akan percaya satu sama lain.
  5. Jangan “gila hormat”. Anda bisa jadi menjadi seorang atasan, tapi jangan bertingkah seolah-olah Andalah yang lebih penting disana. Setiap orang mempunyai peranan yang sama. Mengabaikan semua konsekuensi pribadi akan selalu menciptakan rasa hormat dari orang-orang di sekitar kita. Dari hal ini akan datang kepercayaan.




Sumber-sumber:




Selasa, 26 November 2013

MOTIVASI

A. Pengertian Motivasi


Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

Motivasi seringkali diartikan dengan dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah-laku, dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu di mulai dengan motivasi (niat).

Motivasi meneurut para ahli :
  1. Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif. 
  2. Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2002) motivasi mewakili proses- proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu.
  3. Menurut Gray (dalam Winardi, 2002) motivasi merupakan sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan- kegiatan tertentu. 
  4. Morgan (dalam Soemanto, 1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah: keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior), dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut(goals or ends of such behavior). Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003). 
  5. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor- faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah lakumanusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).
  6. Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlahindividu. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja (Robbins & Coulter, 2007).

B. Jenis-jenis Motivasi

1. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu

2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.

Suwatno (2001;146), mengatakan bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut ;
  • Motivasi Positif
Motivasi positif yaitu motivasi yang diberikan manajer untuk memotivasi atau merangsang karyawan bawahan dengan memberikan hadiah kepada yang berprestasi, sehingga meningkatkan semangat untuk bekerja.
  • Motivasi Negatif
Motivasi negatif yaitu motivasi yang diberikan manajer kepada karyawan bawahan agar mau bekerja dengan sungguh-sungguh dengan memberikan hukuman. Hal ini dalam jangka waktu pendek akan meningkatkan semangat kerja karena karyawan takut mendapat hukuman. Namun dalam jangka waktu panjang hal tersebut akan menimbulkan dampak kurang baik.

Penggunaan kedua jenis motivasi tersebut harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang jadi masalah ialah kapan motivasi posotif dan motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

C. Teori-teori Motivasi


Beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang bisa menjadi sumber untuk perusahaan dalam memotivasi dan meningkatkan kinerja karyawannya adalah:

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
  1. kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; 
  2. kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; 
  3. kebutuhan akan kasih sayang (love needs); 
  4. kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan 
  5. aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
”Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
  1. sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; 
  2. menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya 
  3. menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E= Existence(kebutuhan akan eksistensi), R= Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
  • Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
  • Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
  • Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
  • Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebihberpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
  • Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
  • Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
  • Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
  • Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
  • Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.


6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
  • tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
  • tujuan-tujuan mengatur upaya;
  • tujuan-tujuan meningkatkan persistensi;
  • tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.


7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan)

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.


8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.


9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
  • persepsi seseorang mengenai diri sendiri;
  • harga diri;
  • harapan pribadi;
  • kebutuhaan;
  • keinginan;
  • kepuasan kerja;
  • prestasi kerja yang dihasilkan. 
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
  • jenis dan sifat pekerjaan;
  • kelompok kerja dimana seseorang bergabung;
  • organisasi tempat bekerja;
  • situasi lingkungan pada umumnya;
  • sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

D. Bentuk Motivasi


Pada umumnya bentuk motivasi yang sering dianut oleh perusahaan meliputi 4 elemen utama, yaitu sebagai berikut :
  1. Kompensasi bentuk uang. Salah satu bentuk yang paling sering diberikan kepada karyawan adalah berupa kompensasi. Kompensasi yang diberikan karyawan biasanya berwujud uang
  2. Pengarahan dan pengendalian. Pengarahan dimaksudkan menetukan bagi karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan
  3. Penetapan pola kerja yang efektif. Penyesuaian yang efektif dari pola kerja pada kebutuhan karyawan yang meningkat tidak mungkin terjadi, minimum pada ukuran yang besar, tanpa perubahan besar dalam budaya intern perusahaan. Perubahan yang demikian lamban sifatnya dan cenderung ketinggalan di belakang kebutuhan perubahan tersebut. Untuk jangka waktu yang cukup lama, mungkin akan terus tampak suatu pola kerja yang tidak rata. Beberapa perusahaan berhasil menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan pekerjaan yang memberikan tantangan, beberapa perusahaan lainnya akan mengadakan percobaan secara tidak efektif, dan beberapa perusahaan lainnya berusaha untuk menentang atau cenderung hostoris. Akhirnya, keuntungan ekonomis yang diperoleh perusahaan yang berhasil menyesuaikan diri mungkin akan membuat perusahaan yang ketinggalan tersebut menyadari kenyataan baru.
  4. Kebajikan. Kebajikan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia.

E. Proses Motivasi


Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut :
  1. Tujuan. Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
  2. Mengetahui kepentingan. Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
  3. Komunikasi efektif. Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
  4. Integrasi tujuan. Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
  5. Fasilitas. Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
  6. Team Work. Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

F. Elemen Penggerak Motivasi

  1. Kinerja (achievement). Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan (needs) dapat mendorongnya mencapai sasaran.
  2. Penghargaan (recognition). Penghargaan, pengakuan atas suatu kinerja yang telah dicapai oleh seseorang merupakan stimulus yang kuat.
  3. Tantangan ( challenge ). Adanya tantangan yang dihadapi merupakan stimulus kuat bagi manusia untuk untuk mengatasinya.
  4. Tanggung jawab (responsibility). Adanya rasa ikut serta memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
  5. Pengembangan ( development ). Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat menjadi stimulus kuat bagi karyawan untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah.
  6. Keterlibatan ( involvement ). Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja merupakan rasa memiliki dan rasa turut bertanggung jawab,tetapi juga menimbulkan rasa turut mawas diri untuk bekerja lebih baik dan menghasilkan produk yang lebih bermutu.
  7. Kesempatan ( opportunity ). Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan stimulus yang cukup kuat bagi karyawan.

G. Tujuan Motivasi


Tujuan motivasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:146) adalah sebagai berikut:
  1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
  2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
  3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
  4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
  5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
  6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
  7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
  8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
  9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
  10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

H. Hubungan Motivasi Kerja dengan Prestasi Kerja Karyawan


Hubungan antara motivasi kerja dengan prestasi kerja secara sederhana dapat dikemukakan sebagai berikut. Setiap perusahaan mengharapkan adanya tingkat prestasi kerja yang tinggi dan terus menerus dari para karyawannya. Oleh karena itu, pihak perusahaan harus senantiasa bisa melakukan suatu metode dorongan atau rangsangan terhadap para karyawannya agar mau bekerja secara efektif dan efisien.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi kerja karyawan, diantaranya adalah Motives. Motivasi berarti membangkitkan daya gerak atau menggerakan seseorang atau diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan. Dengan mengetahui tujuan seseorang atau perusahaan, maka relatif mudah untuk mngetahui seseorang atau perusahaan untuk melaksanakan tindakan- tindakan dalam rangka pemuasan kebutuhan.
Motivasi mempunyai hubungan positif terhadap prestasi kerja. ”Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang karyawan ikut menentukan besar kecilnya prestasi kerja.” (As’ad, 1995:45)

Menurut pendapat Mc Clleland yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2002;162) yang menyatakan bahwa : “Motivasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal”.
Menurut Kae Chung & Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes (2002;177) menyatakan hubungan antara motivasi kerja dengan prestasi kerja :
“Motivation is defined as goal-directed behaviour. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal…. It is closely related to employee satisfaction and job performance.”
(Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan……Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan / prestasi kerja).


Berdasarkan penelitian Mc. Clelland (1961), Edward Murray (1957) dan Gordon W (1970) yang dikutip olehA.A Anwar Prabu Mangkunegara (2000;104), menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan pencapaian prestasi kerja.

Melihat hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara motivasi kerja dengan prestasi kerja bahwa didalamnya terdapat pengaruh yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya.



Sumber-sumber:
http://ceritafriska23.blogspot.com/2012/05/makalah-motivasi-manajemen.html
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/371/jbptunikompp-gdl-mohammadnu-18538-3-babii.doc
Siswanto,H.B.2010.Pengantar Manajemen.Bandung:Bumi Aksara
Wukir,SH.M.Ed.2013.Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Sekolah.Jakarta:Multi Presindo