Minggu, 27 Oktober 2013

MANAJEMEN PERUBAHAN

A. Manajemen Perubahan

1. Teori-teori tentang perubahan

  • TEORI KURT LEWIN (1951)
Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahapan, yang meliputi:

1) Tahap Unfreezing (pencairan)
Proses perubahan ini harus memiliki motivasi yang kuat untuk berubah dari keadaan semula dengan meerubah terhadap keseimbangan yang ada. Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam sistem. Tugas perawat pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan memilih jalan keluar yang terbaik.

2) Tahap Moving(bergerak)
Proses perubahan tahap ini dapat terjadi apabila seseorang telah memiliki informasi yang cukup serta sikap dan kemampuan untuk berubah. Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari dukungan dari orang-orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
3) Tahap Refreezing (pembekuan)
Tahap ini dimana seseorang yang mengadakan perubahan telah mencapai tingkat atau tahapan yang baru dengan keseimbangan yang baru. Tugas perawat sebagai agen berubah berusaha mengatasi orang-orang yang masih menghambat perubahan.

  • TEORI ROGER (1962) :
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang 3 tahap perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan dimana perubahan tersebut dilaksanakan.
Roger(1962) menjelaskan 5 tahap dalam perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan penerimaan atau dikenal juga sebagai AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial and Adoption).
Teori Rogers(1962)
  • Teori Rogers tergantung pada lima faktor yaitu :
  1. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan menjadi lebih baik dari metode yang sudah ada (kesadaran).
  2. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada, tidak bertentangan perasaan.
  3. Kompleksitas. Ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide yang sederhana asalkan lebih mudah untuk dilaksanakan (evaluasi).
  4. Dapat dibagi Perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil (uji coba).
  5. Dapat dikomunikasikan. Semakin mudah perubahan digunakan maka semakin mudah perubahan disebarkan (adopsi).
  • TEORI LIPITTS (1973) :
Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu, situasi atau proses dan dalam perencanaan perubahan yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem sosial yang mempengaruhi secara langsung tentang status quo, organisasi lain atau situasi lain.

Teori LippittTeori ini merupakan pengembangan dari teori Lewin. Lippitt mengungkapkan tujuh hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam sebuah perubahan yaitu :

7 tahap dalam proses perubahan:

  1. Mendiagnosis masalah. Mengidentifikasi semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat perubahan.
  2. Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah mencoba mencari pemecahan masalah.
  3. Mengkaji motivasi dan sumber-sumber agen mencari dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal, organisasional maupun berdasarkan pengalaman.
  4. Menyeleksi objektif akhir perubahan. Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan.
  5. Memilih peran yang sesuai untuk agen berubah. Pada tahap ini sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan masalah personal.
  6. Mempertahankan perubahan. Perubahan diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk mempertahankannya.
  7. Mengakhiri hubungan saling membantu. Perawat sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan orang-orang atau situasi yang diubah sudah dapat mandiri.

Menurut Steward (1997) perubahan adalah fenomena yang bersifat alami dan berkesinambungan. Kekuatan pendorong perubahan ada yang bersifat eksternal dan ada yang bersifat intenal. Ada dua jenis perubahan, yang pertama perubahan struktur dan yang kedua adalah perubahan teknologi.

Manajemen perubahan diperlukan karena perubahan adalah sesuatu yang selalu terjadi, baik evolusi maupun revolusi, sehingga perlu dikelola sertau ntuk membuat perusahaan survive.

Manajemen perubahan adalah proses terus-menerus memperbaharui organisasi berkenaan dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah dari pasar, pelanggan dan para pekerja itu sendiri. Kegiatan manajemen perubahan harus berlangsung pada tingkat tinggi mengingat laju perubahan yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya.

Last but not least, agar terjadi perubahan yang signifikan dan dapat diimplementasikan dengan baik kedalam suatu organisasi, maka hal berikut ini harus segera terjadi, yakni:
Orang harus memahami dengan jelas tentang apa yang dimaksud dengan organisasi bisnis dan pelanggan. Dengan demikian, definisi yang jelas tentang tujuan bersama diperlukan; dan
Persyaratan kinerja baru harus dinyatakan dengan jelas dan dipahami oleh para pekerja, sehingga mereka mampu melakukan perubahan perilaku sekaligus merubah cara mereka melakukan bisnis, tentunya perubahan ini secara luas harus selaras dengan tujuan organisasi.

Dengan demikian, para manajer perlu melakukan pembinaan untuk suatu perubahan yang konstruktif pada seluruh organisasi. Ketika ide perubahan disampaikan kepada seluruh lapisan organisasi sebagai sebuah mainstream, maka dengan sendirinya perlu dibarengi oleh perubahan infrastruktur pembinaan yang sudah ada, yang dapat mengatasi segala bentuk resistensi, sehingga mereka terdorong untuk mencoba dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah direncanakan.

B. Penyebab Perubahan


Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: faktor eksternal dan internal.

1. Faktor Eksternal


Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar sekolah atau sering disebut lingkungan. Sekolah sebagai organisasi modern menganut asas sistem terbuka. Konsekuensinya, sekolah harus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya. Dalam kenyataannya, banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk faktor eksternal, antara lain:teknologi, pemerintah, tuntutan pasar, dan arus globalisasi.

Perkembangan dan kemajuan teknologi merupakan penyebab penting dilakukannya perubahan pada hampir semua jenis organisasi, termasuk sekolah. Berbagai temuan teknologi (misalnya ICT) memaksa sekolah untuk menerapkannya, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam mendukung proses administrasi. Penerapan temuan teknologi tersebut menyebabkan perubahan dalam berbagai hal, misalnya prosedur kerja yang dilakukan, jumlah,kompetensi, dan kualifikasi SDM yang diperlukan, sistem penggajian yang diberlakukan, dan bahkan kadang-kadang struktur organisasi yang digunakan. Penggunaan peralatan baru bisa juga menyebabkan berkurangnya bagian-bagian yang ada atau berubahnya pola hubungan kerja antara karyawan.

Sekolah juga terselenggara di tengah-tengah masyarakat yang menganut sistem pemerintahan tertentu. Konsekuensinya, sekolah harus tunduk kepada berbagai peraturan pemerintah yang berlaku. Jika suatu saat pemerintah memberlakukan aturan baru maka sekolah harus melaksanakannya dengan kemungkinan melakukan perubahan internal sesuai dengan isi peraturan baru tersebut. Peraturan itu dapat saja menyangkut input, mekanisme kerja, persyaratan kualifikasi dan kompetensi SDM, maupun kompetensi lulusan yang dihasilkan. Peraturan apapun yang pada akhirnya diberlakukan di sekolah, harus dilaksanakan dengan cara dan strategi yang paling efisien.

Sebagaimana organisasi yang lain, sekolah juga merupakan lembaga pelayan masyarakat yang keberadaannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu produk (dalam hal ini lulusan) yang dihasilkan harus senantiasa menyesuaikan dengan tuntutan pelanggan/pasar. Pada kenyataannya tuntutan pasar terkait dengan jumlah maupun kompetensi lulusan senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menghadapi kondisi seperti itu mau tidak mau sekolah harus mengakomodasi jika ingin lulusannya diterima pasar. Akhir-akhir ini tuntutan untuk mengikuti arus globalisasi tidak mungkin dibendung lagi. Sekolah sebagai lembaga yang menyiapkan SDM yang nantinya akan terjun ke pasar global sudah tentu harus tanggap terhadap tuntutan itu. Itulah sebabnya berbagai strategi dan kebijakan yang dianggap sesuai, ditempuh oleh sekolah seperti penerapan ISO, total quality management, peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, dan sejenisnya. Penerapan berbagai kebijakan sperti itu akan mengubah secara signifikan kondisi internal sekolah, khususnya menyangkut mekanisme kerja organisasi.

2. Faktor Internal


Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam sekolah yang bersangkutan, antara lain:

1) Persoalan hubungan antar komponen sekolah.

2) Persoalanterkait dengan mekanisme kerja.

3) Persoalan keuangan.

Hubungan antar komponen sekolah yang kurang harmonis merupakan salah satu problem yang lazim terjadi. Problem ini dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu (1) problem yang menyangkut hubungan atasan-bawahan (bersifat vertikal), dan (2) problem yang menyangkut hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat (bersifat horizontal). Problem atasan-bawahan yang sering timbul menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi. Problem-problem yang bersumber dari keputusan pimpinan, dapat menyebabkan munculnyaberbagai perilaku negatif pada bawahan yang kurang menguntungkan organisasi, misalnya sering terlambat datang, sering absen, mangkir, dan sejenisnya. Sampai pada titik tertentu, problem semacam itu dapat menyebabkan munculnya unjukrasa sehingga memaksa pimpinan untuk mengambil tindakan yaitu mengubah keputusan yang diambil atau justru menindak bawahan yang berunjukrasa. Komunikasi antara atasan dan bawahan juga sering menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin baik (dalam arti dapat diterima oleh bawahan) tetapi karena terjadi salah informasi (miscommunication), bawahan menolak keputusan pimpinan. Dalam kasus seperti itu perubahan yang dilakukan akan menyangkut sistem saluran komunikasi yang digunakan.

Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesama anggota (warga sekolah) pada umumnya menyangkut masalah komunikasi (kurang lancar atau macetnya komunikasi antar warga), dan juga menyangkut masalah kepentingan masing-masing warga. Persoalan seperti itu sering menimbulkan konflik antar warga sehingga perlu dilakukan perubahan, misalnya dalam hal jalur komunikasi atau bahkan struktur organisasi yang digunakan.

Di samping berbagai persoalan di atas, mekanisme kerja yang berlangsung dalam sebuah sekolah kadang-kadang juga merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang timbul dapat menyangkut masalah sistemnya sendiri dan dapat pula terkait dengan perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Pola kerjasama yang terlalu birokratis atau sebaliknya terlalu bebas misalnya, dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien. Sistem yang terlalu kaku menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang mangakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya menurunkan produktivitas kerja. Demikian juga halnya jika sistem yang digunakan terlalu bebas. Perubahan yang harus dilakukan dalam hal ini akan menyangkut struktur organisasi yang digunakan. Dengan mengubah struktur, pola hubungan antar anggota akan mengalami perubahan.

Pengoperasian sebuah lembaga pendidikansudah barang tentu memerlukan uang. Kesulitan keuangan yang dialami sekolah kadang-kadang juga memaksa untuk dilakukannya perubahan, misalnya penciutan daerah operasi, rasionalisasi, perubahan struktur organisasi, dan sebagainya.

C. Tahap-tahap Perubahan


Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang dapat berupa upaya penyesuaian terhadap perubahan lingkungan (misalnya selera konsumen berubah, adanya peraturan baru yang diberlakukan pemerintah, kemajuan teknologi, dan lain-lain) dan upaya peningkatan efisiensi organisasi dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik. Apa pun jenis tujuan yang hendak dicapai, setiap perubahan harus disiapkan dengan baik mengikuti langkah-langkah tertentu.Secara sederhana, tahapan (langkah-langkah) yang harus ditempuh dalam mengadakan perubahan sekolah adalah sebagai berikut:
Menyadarkan seluruh warga sekolah bahwa perubahan tertentu perlu dilakukan (unfreezing). Melaksanakan perubahan/menerapkan sesuatu yang baru(changing). Menstabilkan situasi setelah perubahan dilaksanakan (refreezing).

Tahap pertama ialah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan. Tahapan ini berkenaan dengan faktor manusianya, dalam hal ini seluruh warga sekolah. Manusia memegang posisi kunci dalam proses perubahan. Mereka dapat merupakan kunci keberhasilan tetapi sebaliknya dapat juga merupakan faktor penyebab gagalnya perubahan yang dilakukan. Oleh karena itu faktor manusianya harus terlebih dahulu disiapkan dengan baik sebelum perubahan dilaksanakan.

Setelah anggota menyadari arti pentingnya perubahan yang hendak dilakukan, barulah perubahan yang sesungguhnya dilaksanakan. Konsekuensi dari perubahan tersebut bisa sangat beragam, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Saat-saat perubahan berlangsung, sekolah berada dalam kondisi kritis dan sering terjadi chaos karena aturan yang lama sudah ditinggalkan/tidak berlaku lagi tetapi aturan yang baru belum berjalan dengan sempurna. Kondisi seperti itu wajar karena memang sedang dalam masa transisi.Penerapan sesuatu yang baru dapat saja diikuti dengan perubahan sikap dan tingkahlaku warga sekolah.

Tahapan berikutnya ialah mengembalikan sekolah kepada situasi yang normal kembali. Setelah perubahan dilaksanakan, berbagai aturan baru diberlakukan secara penuh, demikian juga para anggota diharapkan bersikap dan bertingkahlaku sesuai kondisi organisasi yang baru. Jika pada tahapan pertama kondisi yang sudah stabil sengaja ’dibuka’ sehingga siap menerima perubahan, maka pada tahapan yang terakhir ini kondisi yang berubah tadi ’ditutup’, agar stabil kembali.

Secara lebih rinci, Wallace dan Szilagyi (1982: 386) mengemukakan bahwa proses perubahan organisasi yang direncanakan (planned change) mencakup enam tahapan, yaitu:

a. Dirasakannya kebutuhan untuk melakukan perubahan

b. Pengenalan bidang permasalahan

c. Identifikasi hambatan

d. Pemilihan strategi perubahan

e. Pelaksanaan

f. Evaluasi 

Tahap-tahap Perubahan dalam Pendekatan Klasik

tahapan manajemen perubahan ini mencakup :

  • Tahap Identifikasi Perubahan. Mengenali perubahan apa yang akan dilakukan/terjadi. Dengan kata lain pimpinan atau kelompok harus mengenali kebutuhan dan tipe perubahan.
  • Tahap Perencanaan Perubahan. Pada tahap ini ditetapkan tujuan perubahan, kemudian harus dilakukan analisis diagnostik mengenai situasi teknis, pemilihan strategi umum, pemilihan cara melaksanakan agar tujuan perubahan tercapai.
  • Tahap Implementasi Perubahan. Melaksanakan perubahan dengan mengikuti tahapan di dalam perencanaan.
  • Tahap Evaluasi dan Umpan Balik. Setelah pelaksanaan berakhir harus dilakukan evaluasi terhadap data, proses dan hasil yang dicapai untuk mengetahui tingkat keberhasilan perubahan dan menghimpun umpan balik (feed back) utk dijadikan bahan pertimbangan perbaikan manajemen perubahan berikutnya.

   Pendekatan Manajemen Perubahan

Terdapat dua pendekatan utama untuk manajemen perubahan yaitu:
  • Planned Change (Perubahan Terencana)
Bullock dan Batten (Burnes, 200:272) mengemukakan bahwa untuk melakukan perubahan terencana perlu dilakukan empat fase tindakan yaitu sebagai berikut:a. Exploration phase (fase eksplorasi).b. Planning phase (fase perencanaan).c. Action phase (fase tindakan).d. Integration phase (fase integrasi).

  • Emergent Approach (Pendekatan Darurat)
Emergent approach memberikan arahan dengan melakukan penekanan pada lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan atau menghalangi keberhasilan perubahan yaitu sebagai berikut:1. Organizational structure (struktur organisasi).2. Organizational culture (budaya organisasi).3. Organizational learning (organisasi pembelajaran).4. Manajerial behaviour (perilaku manajerial).5. Power and politics (kekuatan dan politik).

Dalam melakukan emergent change, Pettigrew dan Whipp (Burnes, 2000:294) mengusulkan model untuk mengelola perubahan strategis dan operasional dengan melibatkan lima faktor yang saling berkaitan yaitu sebagai berikut:

1. Environmental assesment (penelusuran lingkungan).2. Leading change (memimpin perubahan).3. Linking strategic and operational change (menghubungkan perubahan strategis dan operasional).4. Human resources sebagai assets dan liabilities (sumber daya manusia sebagai kekuatan dan beban).

D. Model Manajemen Perubahan

Burnes (2000:462) mengemukakan bahwa perubahan organisasional dapat dilihat sebagai produk dari tiga proses organisasi yang bersifat interpenden antara lain:

1. The Choice Process (Proses Pilihan) 

The choice process terdiri dari tiga elemen yaitu sebagai berikut:

a. Organizational context (konteks organisasional).
b. Focus of choice (fokus pilihan).
c. Organizational Trajectory (Lintasan organisasional).

2. The Trajectory Process (Proses Lintasan)

The trajectory process terdiri dari tiga elemen berikut:
a. Vision (visi).
b. Strategy (strategi).
c. Change (perubahan).

3. The Change Processs (Proses Perubahan)

Proses perubahan terdiri dari tiga elemen yang saling berhubungan yaitu sebagai berikut:
a. Objectives and Outcomes (Tujuan dan Manfaat)
Burnes (2000:470) mempunyai empat pendekatan yaitu:

- The Trigger (Pemicu)
Organisasi harus hanya menginvestigasikan perubahan untuk salah satu alasan yaitu visi dan strategi perubahan menyoroti kebutuhan untuk perubahan, kinerja saat ini mengindikasi bahwa seberapa masalah atau kepentingan muncul, dan peluang yang timbul secara potensial menawarkan manfaat yang penting bagi organisasi.
- The Remit (Pembatalan)
Hal ini harus dinyatakan dengan jelas alasan untuk pengukuran, tujuan, skala waktu, dan siapa yang harus dilibatkan serta dikonsultasikan. The remit harus menekankan kebutuhan untuk fokus pada aspek manusia sebanyak pertimbangan teknis dilibatkan.
- The assesment team (Tim Pengukuran)
Dalam hal ini, tim ini harus besifat multi disiplin, yang terdiri perwakilan dari bidang yang berpengaruh (manajer dan staf), staf spesialis (keuangan, teknis, dan personil).


b. Planning The Change (Merencanakan Perubahan)
Berikut adalah enam kegiatan yang saling berkaitan dalam melakukan proses perencanaan dan perubahan yaitu:
1. Establishing a change management team (membentuk tim manajemen perubahan).
2. Management structure (struktur manajemen).
3. Activity planning (perencanaan aktivitas).
4. Commitment planning (perencanaan komitmen).


c. People
Terdapat tiga kegiatan yang berhubungan dengan manusia yang perlu dilakukan untuk melakukan perubahan yaitu:
  1. Menciptakan Keinginan untuk Berubah. Dengan maksud mencapai hal ini ada empat langkah yang harus dilakukan organisasi yaitu sebagai berikut:
  • Membuat orang peduli terhadap perubahan.
  • Memberikan umpan balik secara reguler terhadap proses kinerja invidual dan bidang kegiatan di dalam organisasi.
  • Mempublikasikan keberhasilan perubahan.
  • Memahami ketakutan dan kepentingan orang.


     2.  Melibatkan Orang. Tipe keterlibatan orang dalam proses perubahan mempunyai dua faktor utama                 yaitu sebagai berikut:
  • Menciptakan proses komunikasi reguler dan efektif.
  • Membuat orang terlibat dalam proses perubahan dan membuat mereka bertanggung jawab untuk itu.


     3.  Melanjutkan Momentum. Organisasi harus melakukan hal sebagai berikut:
  • Memberikan dukungan pada agen perubahan.
  • Mengembangkan kompetensi dan keterampilan baru.
  • Memperkuat perilaku yang diinginkan.


Sumber-sumber:
http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/01/manajemen-perubahan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar